Minggu, 14 Februari 2010

Nenek Pemunggut Daun

Filed under: Moslem Life
Kiriman dari seorang sahabat, diambil dari milis kisah hikmah :

Kisah ini membuat bulu kuduk  saya  merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati,  kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah Subhanahu wa ta'ala. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah Sollalahu alaihi wasallam?
Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
 
"Nenek Pemungut Daun"

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa

FW: Al Khansa Ibu 4 Mujahid Sejati

----- Original Message -----
From: Hisyam Bil Afif <rayhan.hisyam@gmail.com>
Sent: Friday, February 12, 2010 12:54 AM
To: H1s@m <rayhan.hisyam@gmail.com>
Subject: Al Khansa Ibu 4 Mujahid Sejati

AL KHANSA : IBUNDA 4 MUJAHID SEJATI
Pengantar:
Empat putera Khansa yang gugur menyongsong syahadah…
Siapakah gerangan di balik mereka?
Ada pepatah yang tak asing di telinga kita, di belakang tokoh mulia, pasti ada wanita yang mulia.
Bagaimana Al Khansa, seorang ibu yang mulia, mengantarkan keempat puteranya menjadi seorang mujahid sejati?

Sekelumit kisah beliau, kami salinkan1 untuk Anda, wahai para Ibunda.  Semoga bermanfaat.
Dialah al-Khansa'2, wanita Arab pertama yang jago bersyair. Para sejarawan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih jago bersyair dari pada al-Khansa', sebelum maupun sepeninggal dirinya. Konon mulanya ia tak pandai bersyair, ia hanya bisa melantunkan dua atau tiga bait saja.
Namun di zaman jahiliyah, tatkala saudara kandungnya yang bernama Mu'awiyah bin Amru as -Sulami terbunuh, ia meratapi kematiannya dalam beberapa bait syair.
Lalu menyusullah saudara seayahnya yang terbunuh pula, namanya Shakhr.
Konon al-Khansa' amat mencintai saudaranya yang satu ini, karena ia amat penyabar, penyantun, dan penuh perhatian terhadap keluarga. Kematiannya menyebabkannya sangat terpukul, lalu muncullah bakat bersyairnya yang selama ini terpendam.  Dan mulailah ia melantunkan bait demi baik meratapi kematian saudaranya.  Semenjak itulah ia mulai banyak bersyair dan syairnya semakin indah.
Keislaman al-Khansa' dan Kaumnya
Tatkala mendengar dakwah Islam, al-Khansa' datang bersama kaumnya —Bani Sulaim— menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka. Ahli-ahli sejarah menceritakan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah menyuruhnya melantunkan syair, kemudian karena kagum keindahan syairnya, beliau mengatakan, "Ayo teruskan, tambah lagi syairnya, wahai Khansa'!" sambil mengisyaratkan dengan telunjuk beliau.3
Wasiat al-Khansa' Bagi Keempat Anaknya
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa al-Khansa' dan keempat putranya ikut serta dalam perang al-Qadisiyyah4.
Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, al-Khansa berwasiat kepada putera-puteranya,
"Wahai anak-anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah yang tiada ilah yang haqq selain Dia. kalian adalah putera dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putera dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan khal5) kalian, tak pernah mempermalukan nenek moyang kalian, dan tak
pernah menyamarkan nasab kalian.
Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik dari negeri dunia yang fana. Allah Azza wa Jalla berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (Qs. Ali Imran: 200)
Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuhmu dari Ilahi

PRIBADI SEORANG RASUL

Hanya seorang Hamba

Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menampalnya sendiri tanpa
perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk
keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada
makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum
baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

Sayidatina ‘Aisyah menceritakan “Kalau Nabi berada di rumah,
beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan,
beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula
kembali sesudah selesai sembahyang.”

Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah
baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada
apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak
ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka
Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?”

(Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)
‘Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.”

Rasulullah lantas berkata, “Jika begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami memukul isterinya. Rasulullah menegur, “Mengapa engkau memukul isterimu?” Lantas masalah itu dijawab dengan agak gementar, “Isteriku sangat keras kepala. Sudah diberi nasihat dia tetap degil, jadi aku pukul dia.”

“Aku tidak bertanya alasanmu,” sahut Nabi s.a.w. “Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu daripada anak-anakmu?”

Pernah baginda bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”

Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam menjadi ketua keluarga langsung tidak sedikitpun menjejaskan kedudukannya sebagai pemimpin umat.

Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.

Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?”

“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar.”
“Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergeselan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.

“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”
Lalu baginda menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?”

“Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku,
agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia
ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah
seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Hanya diam dan
bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang
Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh
rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencing si
Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut
perbuatan itu.

Mengenang peribadi yang amat halus ini, timbul
persoalan dalam diri kita… adakah lagi bayangan peribadi baginda
Rasulullah s.a.w. hari ini? Apa yang kedengaran sehari-hari
sepertimana yang ditulis oleh media massa, hanyalah
cerita-cerita derita akibat sikap mereka-mereka yang tidak
berperanan di tempatnya. Amat sukar hendak mencari seorang manusia
yang sanggup mengorbankan kepentingan diri untuk orang
lain semata-mata karena takutnya terhadap ALLAH, sepertimana
yang dilakukan oleh Rasulullah.

Apakah rahasia yang menjadikan jiwa dan akhlak baginda begitu
indah? Apakah yang menjadi rahasia kehalusan akhlaknya hingga
sangat memikat dan menjadikan mereka yang hampir dengannya begitu
tinggi kecintaan padanya. Apakah anak kunci kehebatan pribadi
baginda yang bukan saja sangat bahagia kehidupannya walaupun di
dalam kesusahan dan penderitaan, bahkan mampu pula
membahagiakan orang lain tatkala di dalam derita. Nur Muhammad itu, yang ALLAH ciptakan semua makhluk yang lain karenanya, mempunyai kekuatan dalaman paling
unggul. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan yang sudah sehati dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ke-tuan-an.

Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH langsung
tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika
di depan orang ramai maupun dalam keseorangan. Ketika pintu Syurga
telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi
berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah
hinggakan pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah
bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu
menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Bila ditanya
oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah
engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih
bersusah payah begini?”

Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku
ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi
hamba-Nya yang bersyukur.”

Sabtu, 13 Februari 2010

Andai Lebih Panjang Lagi....

Jika kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula.”(Al-Isra’: 7)

Hari itu ada seseorang yang meninggal dunia. Seperti biasanya, jika ada sahabat meninggal dunia, Rasulullah pasti menyempatkan diri mengantarkan jenazahnya sampai ke kuburan. Tidak cukup sampai di situ, pada saat pulangnya, Rasulullah menyempatkan diri singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musbah itu. Begitupun terhadap keluarga sahabat yang satu ini.

Sesampai di rumah duka, Rasulullah bertanya kepada istri almarhum, “Tidakkah almarhum suamimu mengucapkan wasiat ataulah sesuatu sebelum ia wafat?”

Sang istri yang masih diliputi kesedihan hanya tertunduk. Isak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal. Ketika itu ia tengah menjelang ajal, ya Rasulullah.”

Rasulullah tertanya, “Apa yang dikatakannya?”

“Aku tidak tahu, ya Rasulullah. Maksudku, aku tidak mengerti apakah ucapannya itu sekadar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dahsyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong.”

“Bagaimana bunyinya?” tanya Rasulullah lagi.

Istri yang setia itu menjawab, “Suamiku mengatakan ‘Andaikata lebih panjang lagi…. Andaikata yang masih baru… Andaikata semuanya….’. Hanya itulah yang tertangkap sehingga aku dan keluargaku bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu hanya igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai….”

Rasulullah tersenyum. Senyum Rasulullah itu membuat istri almarhum dan sahabat menjadi keheranan. Kemudian, terdengar Rasulullah berbicara, “Sungguh, apa yang diucapkan suamimu itu tidak keliru.” Beliau diam sejenak. “Jika kalian semua mau tahu, biarlah aku ceritakan kepada kalian agar tak lagi heran dan bingung.”

Sekarang, bukan hanya istri almarhum saja yang menghadapi Rasulullah. Semua keluarga almarhum mengerubungi Rasul akhir zaman itu. Ingin mendengar apa gerangan sebenarnya yang terjadi.

“Kisahnya begini,” Rasulullah memulai. “Pada suatu hari, ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. Di tengah jalan ia berjumpa dengan dengan orang buta yang bertujuan sama—hendak pergi ke masjid pula. Si buta itu sendirian tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya. Maka, dengan sabar dan telatennya, suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas yang penghabisan, ia menyaksikan pahala amal shalihnya itu. Lalu ia pun berkata, ‘Andaikata lebih panjang lagi.’ Maksudnya adalah andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya akan jauh lebih besar pula.”

Semua anggota keluarga itu sekarang mengangguk-angguk kepalanya. Mulai mengerti sebagian duduk perkara. “Terus, ucapan yang lainnya, ya Rasulullah?” tanya sang istri yang semakin penasaran saja.

Nabi menjawab, “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi sekali untuk shalat Subuh, cuaca dingin sekali. Di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suaminya membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia pun mencopot mantelnya yang lama yang tengah dikenakannya dan diberikan kepada si lelaki tua itu. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, ‘Coba, andaikata yang masih baru yang kuberikan kepadanya, dan bukannya mantelku yang lama yang kuberikan kepadanya, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi.’ Itulah yang dikatakan suami selengkapnya.”

“Kemudian, ucapan yang ketiga, apa maksudnya ya Rasulullah?” tanya sang istri lagi.

Dengan penuh kesabaran, Rasulullah menjelaskan, “Ingkatkah engkau ketika pada suatu waktu suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Ketika itu engkau segera menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur daging dan mentega. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong. Yang sebelah diberikannya kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalnya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata, ‘Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak akan kuberi hanya separuh. Sebab, andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti pahalaku akan berlipat ganda pula.’”

Sekarang, semua anggota keluarga mengerti. Mereka tak lagi risau dengan apa yang telah terjadi kepada suami dan ayah mereka ketika akan menjelang wafatnya. Kelapangan telah ia dapatkan karena ia tidak sungkan untuk menolong dan memberi.

3 MACAM HATI

Tiga Macam Hati
Perhatikan hatimu, karena perbuatanmu tergantung kondisi hatimu! Rasulullah Saullalahu alaihi wassallam mengingatkan kalau hati seseorang itu baik, maka seluruh perbuatannya akan baik, tetapi kalau ia rusak, maka seluruh perbuatannya akan menjadi rusak.

Dalam ayat 52-54 Surat al-Hajj, Allah Subhanallahu wa ta,ala berfirman tentang tiga macam hati manusia: Hati yang sehat, hati yang mati dan hati yang sakit.

Hati yang sehat adalah hati yang bersih dari segala macam penyakit. Ia tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah , bukan kepada keinginan dirinya sendiri. Perbuatan hati dan perbuatan fisiknya dilakukannya semata karena Allah Subhanallahu wa ta,ala. Kalau ia harus marah, maka ia marah karena Allah menyuruhnya. Kalau ia mencitai, maka ia mencintai karena Allah. Hawa nafsu tidak punya kuasa terhadap orang macam ini. Setan tidak bisa mendiktenya, karena ia telah benar-benar menjadi hamba Allah, bukan hamba hawa nafsunya apalagi hamba setan. Allah Subhanallahu wa ta,ala berfirman,
"sesungguhnya kepada hamba-hamba-Ku, engkau (setan) tidak memiliki kekuasaan".
(QS. Al-Hajr, 42).

Sementara itu, hati yang mati adalah hati yang keras bagi batu yang tidak menerima rembesan air. Cahaya hikmah tidak digubris oleh hati macam ini. Ia memperturutkan segala keinginan hawa nafsu, tanpa kekangan, tanpa hambatan, tidak peduli halal atau haram. Semuanya diterabas. Ia tidak peduli apakah segala perbuatannya mengundang murka Tuhannya atau tidak. Perbuatan hati dan fisiknya betul-betul dikendalikan oleh hawa nafsunya: cinta dan bencinya karena hawa nafsunya, melakukan atau tidak melakukan sesuatu juga karena hawa nafsunya. Ia lebih mementingkan kepuasan hawa nafsunya, ketimbang ridha Allah Subhanallahu wa ta,ala. Berteman dengan orang semacam ini adalah kecelakaan, karena ia adalah budak setan atau bahkan setan itu sendiri!

Sedangkan hati yang sakit menempati posisi antara dua macam hati di atas. Penyakitnya bisa parah, bisa juga ringan. Jika penyakitnya ringan, ia lebih dekat ke hati yang sehat. Tetapi jika penyakitnya parah, ia lebih dekat ke hati yang mati. Masih ada cahaya iman dalam hati yang sakit ini. Kadang-kadang ia mengikuti kehendak Tuhannya, namun kadang-kadang ia mengingkari dan menjauh dari ridha Allah Subhanallahu wa ta,ala.
Hati macam ini masih dihuni, misalnya oleh penyakit dengki, sombong, ingkar nikmat, dll. Orang yang punya hati macam ini mengaku beriman, tetapi masih korupsi, misalnya. Ada harapan sehat bagi hati macam ini, asal ia terus diobati; dibersihkan dari sifat-sifat yang tecela dan diisi dengan sifat-sifat yang mulia. Dengan demikian, ia bisa terus menolak bujukan berbuat maksiat dan mengamalkan perbuatan-perbuatan baik.

Tentu saja kita berharap tidak memiliki hati yang mati. Apalah gunanya badan hidup dan bergelimang kelezatan tetapi hati mati dan dimurkai Allah. Jika memang hati kita masih sakit, tentu saja harus kita lihat dulu seberapa parah penyakit yang kita derita. Bisikannya bisa kita dengar, apakah ia lebih sering membisikan kebaikan atau keburukan. Tentu saja kita berharap memiliki hati yang sehat. Inilah harta paling berharga yang bisa kita bawa sebagai modal keselematan kita kelak di akhirat.
Allah Subhanallahu wa ta,ala berfirman:

"pada hari ketika tidak lagi berguna harta benda dan anak-anak kecuali dia yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat".
(QS. As-Syuara', 88-89).

Jumat, 22 Januari 2010

AL-QUR'AN MENJAWAB PERTANYAAN MANUSIA


Manusia Bertanya : Kenapa aku diuji ?

Qur’an Menjawab : Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut : 2). Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabuut : 3)

Manusia Bertanya : Kenapa aku tidak diuji saja dengan hal-hal yang baik ?
Qur’an Menjawab : ………. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216)

Manusia Bertanya : Kenapa aku diberi ujian seberat ini?
Qur’an Menjawab : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya………. (Al-Baqarah : 286)

Manusia Bertanya : Bolehkah aku frustrasi ?
Qur’an Menjawab : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imraan : 139)

Manusia Bertanya : Bolehkah aku berputus asa ?
Qur’an Menjawab : ………..dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (Yusuf : 87)

Manusia Bertanya : Bagaimana cara menghadapi ujian hidup ini?
Qur’an Menjawab : Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (Ali Imraan : 200) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Al-Baqarah : 45)

Manusia Bertanya : Bagaimana menguatkan hatiku?
Qur’an Menjawab : ….Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal……. (At-Taubah : 129)

Manusia Bertanya : Apa yang kudapat dari semua ujian ini?
Qur’an Menjawab : Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka………. (At-Taubah : 111)

Minggu, 17 Januari 2010

IBUNDA.....," KENAPA KAU MENANGIS "



Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?"Sang ayah menjawab, "Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.
Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"Dalam mimpinya, Tuhan menjawab,"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama.Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, danmengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada
bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan enjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan
jantung agar tak terkoyak?Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkanperasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan".

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup