Minggu, 14 Februari 2010

Nenek Pemunggut Daun

Filed under: Moslem Life
Kiriman dari seorang sahabat, diambil dari milis kisah hikmah :

Kisah ini membuat bulu kuduk  saya  merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati,  kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah Subhanahu wa ta'ala. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah Sollalahu alaihi wasallam?
Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
 
"Nenek Pemungut Daun"

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa

FW: Al Khansa Ibu 4 Mujahid Sejati

----- Original Message -----
From: Hisyam Bil Afif <rayhan.hisyam@gmail.com>
Sent: Friday, February 12, 2010 12:54 AM
To: H1s@m <rayhan.hisyam@gmail.com>
Subject: Al Khansa Ibu 4 Mujahid Sejati

AL KHANSA : IBUNDA 4 MUJAHID SEJATI
Pengantar:
Empat putera Khansa yang gugur menyongsong syahadah…
Siapakah gerangan di balik mereka?
Ada pepatah yang tak asing di telinga kita, di belakang tokoh mulia, pasti ada wanita yang mulia.
Bagaimana Al Khansa, seorang ibu yang mulia, mengantarkan keempat puteranya menjadi seorang mujahid sejati?

Sekelumit kisah beliau, kami salinkan1 untuk Anda, wahai para Ibunda.  Semoga bermanfaat.
Dialah al-Khansa'2, wanita Arab pertama yang jago bersyair. Para sejarawan sepakat bahwa sejarah tak pernah mengenal wanita yang lebih jago bersyair dari pada al-Khansa', sebelum maupun sepeninggal dirinya. Konon mulanya ia tak pandai bersyair, ia hanya bisa melantunkan dua atau tiga bait saja.
Namun di zaman jahiliyah, tatkala saudara kandungnya yang bernama Mu'awiyah bin Amru as -Sulami terbunuh, ia meratapi kematiannya dalam beberapa bait syair.
Lalu menyusullah saudara seayahnya yang terbunuh pula, namanya Shakhr.
Konon al-Khansa' amat mencintai saudaranya yang satu ini, karena ia amat penyabar, penyantun, dan penuh perhatian terhadap keluarga. Kematiannya menyebabkannya sangat terpukul, lalu muncullah bakat bersyairnya yang selama ini terpendam.  Dan mulailah ia melantunkan bait demi baik meratapi kematian saudaranya.  Semenjak itulah ia mulai banyak bersyair dan syairnya semakin indah.
Keislaman al-Khansa' dan Kaumnya
Tatkala mendengar dakwah Islam, al-Khansa' datang bersama kaumnya —Bani Sulaim— menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka. Ahli-ahli sejarah menceritakan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah menyuruhnya melantunkan syair, kemudian karena kagum keindahan syairnya, beliau mengatakan, "Ayo teruskan, tambah lagi syairnya, wahai Khansa'!" sambil mengisyaratkan dengan telunjuk beliau.3
Wasiat al-Khansa' Bagi Keempat Anaknya
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa al-Khansa' dan keempat putranya ikut serta dalam perang al-Qadisiyyah4.
Menjelang malam pertama mereka di al-Qadisiyyah, al-Khansa berwasiat kepada putera-puteranya,
"Wahai anak-anakku, kalian telah masuk Islam dengan taat dan berhijrah dengan penuh kerelaan. Demi Allah yang tiada ilah yang haqq selain Dia. kalian adalah putera dari laki-laki yang satu sebagaimana kalian juga putera dari wanita yang satu. Aku tak pernah mengkhianati ayah kalian, tak pernah mempermalukan khal5) kalian, tak pernah mempermalukan nenek moyang kalian, dan tak
pernah menyamarkan nasab kalian.
Kalian semua tahu betapa besar pahala yang Allah siapkan bagi orang-orang yang beriman ketika berjihad melawan orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa negeri akhirat yang kekal jauh lebih baik dari negeri dunia yang fana. Allah Azza wa Jalla berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (Qs. Ali Imran: 200)
Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan atas musuhmu dari Ilahi

PRIBADI SEORANG RASUL

Hanya seorang Hamba

Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menampalnya sendiri tanpa
perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk
keperluan keluarga maupun untuk dijual.
Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada
makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum
baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

Sayidatina ‘Aisyah menceritakan “Kalau Nabi berada di rumah,
beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan,
beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula
kembali sesudah selesai sembahyang.”

Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah
baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada
apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak
ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka
Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?”

(Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)
‘Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.”

Rasulullah lantas berkata, “Jika begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami memukul isterinya. Rasulullah menegur, “Mengapa engkau memukul isterimu?” Lantas masalah itu dijawab dengan agak gementar, “Isteriku sangat keras kepala. Sudah diberi nasihat dia tetap degil, jadi aku pukul dia.”

“Aku tidak bertanya alasanmu,” sahut Nabi s.a.w. “Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu daripada anak-anakmu?”

Pernah baginda bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”

Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam menjadi ketua keluarga langsung tidak sedikitpun menjejaskan kedudukannya sebagai pemimpin umat.

Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain.

Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?”

“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar.”
“Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergeselan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.

“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”
Lalu baginda menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?”

“Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku,
agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia
ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah
seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Hanya diam dan
bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang
Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh
rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencing si
Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut
perbuatan itu.

Mengenang peribadi yang amat halus ini, timbul
persoalan dalam diri kita… adakah lagi bayangan peribadi baginda
Rasulullah s.a.w. hari ini? Apa yang kedengaran sehari-hari
sepertimana yang ditulis oleh media massa, hanyalah
cerita-cerita derita akibat sikap mereka-mereka yang tidak
berperanan di tempatnya. Amat sukar hendak mencari seorang manusia
yang sanggup mengorbankan kepentingan diri untuk orang
lain semata-mata karena takutnya terhadap ALLAH, sepertimana
yang dilakukan oleh Rasulullah.

Apakah rahasia yang menjadikan jiwa dan akhlak baginda begitu
indah? Apakah yang menjadi rahasia kehalusan akhlaknya hingga
sangat memikat dan menjadikan mereka yang hampir dengannya begitu
tinggi kecintaan padanya. Apakah anak kunci kehebatan pribadi
baginda yang bukan saja sangat bahagia kehidupannya walaupun di
dalam kesusahan dan penderitaan, bahkan mampu pula
membahagiakan orang lain tatkala di dalam derita. Nur Muhammad itu, yang ALLAH ciptakan semua makhluk yang lain karenanya, mempunyai kekuatan dalaman paling
unggul. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan yang sudah sehati dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ke-tuan-an.

Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH langsung
tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika
di depan orang ramai maupun dalam keseorangan. Ketika pintu Syurga
telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi
berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah
hinggakan pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah
bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu
menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Bila ditanya
oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah
engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih
bersusah payah begini?”

Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku
ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi
hamba-Nya yang bersyukur.”